Total Tayangan Halaman

Sabtu, 04 Desember 2010

Cinta Via Facebook

          Rasa ingin tahu, memicu perasaanku untuk coba lakukan sesuatu. Aku beranggapan bahwa dengan berperan aku akan temukan banyak teman, dengan peranan itu juga aku dapat kembangkan secuplik hobiku bersastra yang aku bisa dan aku gemari. Awalnya aku hanya ikut-ikutan teman mengenai dunia facebook ini, dan aku pun mendapat dorongan karena pada saat itu banyak sekali teman-temanku yang meminta alamat facebook padaku. Walaupun bisa dibilang aku ini gatek (gagap teknologi). Tapi memang karena saat itu adalah saat-saat hebohnya dunia facebook, maka rasa penasaran ku pun memaksa keinginanku untuk tahu, apa itu yang dinamakan facebook !
          Suatu ketika aku mencoba-coba membuka alamat facebook via handpone, sambil bertanya-tanya pada teman yang sedang nongkrong bersamaku di sebuah “Depot Air isi ulang” di depan gang rumah ku, namanya Mantu, dan Bang Moel.
Singkat cerita, setelah ku coba-coba, ternyata situsku itu masuk dalam situs facebook. Kemudian aku coba-coba lagi login untuk bisa daftar memiliki akun facebook. Setelah masuk ternyata situs itu meminta alamat email kepadaku untuk bisa bergabung dengan facebook.
“Huwhf.. ! Boro-boro email? Pegang computer ajah jarang?! ada juga lupa gw, gak tau juga kapan bikinnya? Haha”. Jawab ku pada diri sendiri sambil tetap melihat handpane.
 “Apan si? Apan si?” Mantu bertanya penasaran.
“Ini.. gw lagi coba-coba bikin Fb gitu?! Penasaran aja si w? Kan lagi musim juga tuh Tu?! Udah gitu banyak dorongan juga dari temen-temen” Ngeles diriku pada Mantu.
“Loe punya Fb gak Tu??” Bertanya aku padanya.
“Haha.. hari gini?? Pengen punya neh ceritanya ! “jawab Mantu menyepelekan.
Kemudian Mantu mendekati sambil melihat apa yang ku lakukan pada Handpone ku.
“Jiaahh..... kaya UUD aje ! haha..” kalo gak punya alamat email, pake no Hp lu aje boy??” Jawab Mantu dengan lantang.
“Apan sih? Apan sih?”
“Seru bener neh kayanya,, ?!” Bang Moel menyaut dari dalam depot.
“Wahh,, pada nonton bokep loe ye,, !” Bang Moel penasaran.”
“Hehe,, enggak Bang? Ogut cuma nyobain online,,?!” Kata ku.
“Oh,, tapi jangan macem-macem Ndra?? Jangan mau di ajak sesat sama si Mantu?! Hehe,,” Bang Moel menasehati dengan gurawannya pada Mantu.
“Ahh,, gila loe Moel?? Emang gw setan !” Mantu pun merespon ledekkan Bang Moel.
“Ya udeh,, nanti di rumah aja gw coba lagi dah? Biar khusyu,,?! Haha,,”
“Gw balik dulu ye??” Ngeles aku pada semuanya sambil jalan mau pulang.
Setelah di rumah, saking penasarannya aku, lalu aku mencoba-coba lagi dengan ponsel ku untuk masuk kedalam akun tersebut. Setelah coba coba coba coba ternyata aku pun bisa masuk untuk gabung bersama facebook. Setelah masuk lebih dalam ?! (jangan ngeres ye mikirnya,,??) Disana kita harus mengisi biodata dan pertanyaan-pertanyaan sederhana dari facebook. Setelah aku lulus ujian itu, “Hihihi,,” datanglah ucapan “Selamat bergabung dengan facebook” dari ponsel ku itu dan aku sudah dapat menggunakan facebook untuk berbagi dengan teman-teman dalam kehidupanku. Mudah bukan ??? “Makannya bergabunglah !” (Eett,, bukan promosi lho!!? Haha..)
            Rasa ingin tahu yang begitu mendalam, (yach..dalam lagi kan,,?!) membuat diriku mencoba-coba memasukan foto dalam profil. “Biar pada tau gitu lho kalo gw ganteng?! Hehe,,” Dan mencari pertemanan dengan siapa saja inisial nama dan status. Yang pasti si wanita. “Pria normal gitu lho ! Haha,, !”
Kemudian entah dengan maksud sombong atau apa, aku merasa bahwa aku ini tampan “hihihi?!” PD banget ye gw? Dan bisa memperbanyak teman, sahabat  atau mencari orang-orang yang aku anggap dekat.
Selang beberapa hari, permintaanku itu membuahkan hasil. Dari keseluruhan yang ku usahakan, aku mendapatkan mereka mengkonfirmasi permintaan temanku itu. Bahkan banyak juga lho yang meminta pertemanan kepadaku?! (Bukan sombong neh,,?). Ya walaupun hanya beberapa dari keseluruhan. Karena asik mungkin, ternyata rasa berlebihan ku ini membuat leluasa buruknya pikiran dan akal tak sehat. Di dekatilah siapa-siapa yang mempesona mataku dan mencengangkan rasa tertarik dalam diriku. “Yach,, niatan awal sih supaya nambah-nambah temen ajah? Sebab dapet ajah enggak apalagi ketemu?! Belum tentu juga kan?” Hehe,,
Kembali ke perkataanku barusan, kenapa aku bisa berkata seperti itu? Kerena gak sedikit coy yang fotonya bisa dibilang ‘wahh,,’! Tapi dimana-mana survey membuktikan, bahwa foto bisa menipu. Bahkan 10 dari 10,5 orang bilang, banyak foto dengan orangnya itu gak sama. “Itu sih resiko yang asal add”. Tapi kayanya itu gak begitu penting! “Soalnya foto ku saja menurutku kurang bagus di facebook?! Mungkin emang gak cocok di foto x yee,,? Tapi aslinya mah ganteng banget lho?! Di jamin Bos??” Hehe..
            Selang waktu yang berlalu, aku pun tersenyum bahkan semakin kagum dengan aktifitas yang membuatku lupa saum[1]. Setelah beberapa hari bahkan minggu, usaha ku itu untuk temukan suasana baru telah aku dapatkan tanpa kenal lebih dalam seseorang yang ku kumpulkan menjadi sahabat. Kurang lebihnya sih dulu seperti itu.
            Keaktifan dalam usaha mewujudkan niatan tadi ternyata melenakan, bahwa itu hanya sebuah permainan, itu hanya sebuah kesenangan. Tapi entah kebetulan atau fealing, lalu tanpa ku sadari tangan ku ini mencoba mencari teman yang bernama Karina Tria Aghnaita. Disitu aku mendapatkan Ia adalah wanita manis yang saat melihat fotonya tersenyum, entah karena kagum atau terpikat, aku pun ikut tersenyum dengan tenangnya. Aku merasa senang melihatnya! “Hohoho…! Bukan maen kan?!”
            Selang beberapa hari, ia pun menerima permintaan pertemananku padanya. Entah kenapa, aku merasa sangat senang sekali ketika mendapat kabar darinya. “itulah fealing kawand!”. Selang beberapa hari, saat ku melihat pemberitahuan di facebook ku, Ternyata ada pesan darinya yang isinya adalah bahwa ia meminta no ponselku untuk dikirim padanya. Tanpa basa-basi aku pun langsung memberikan no ponselku itu. Padahal aku gak biasanya juga sih merespon seseorang dengan begitu cepatnya karena aku ini termaksud orang yang cuek! “Teman-teman sih bilang gitu?”. Awalnya aku beranggapan mungkin juga ia meminta no ponselku hanya untuk menambah koleksi daftar teman-temannya, atau kasarnya mah menuh-menuhin memori?! Hehe,, “Im sory Honey,,?”
            Singkat cerita karena hampir sebagian cerita ku lupa, suatu ketika momen mulia tiba[2]. Ketika itu aku dan sekeluarga berada dikampung halaman dan berencana  melaksanakan salat Id disana. Karena setiap Idul Fitri, aku dan keluarga selalu pulang ke kampung halaman. Disaat orang-orang sibuk dan bahagia mengagungan Kebesaran Allah. Tak di duga-duga dan tak disangka-sangka, terdengarlah bunyi suara musik yang ku gunakan sebagai nada sms dalam ponselku. Awalnya aku hanya berfikir, “Ahh,, paling-paling hanya salah seorang temanku yang mengucapan silaturahim[3].
“Alhamdulillah aku bersyukur”. Sebab dugaan ku itu bisa dibilang kuat dikarenakan sejak pagi sampai sore, ponsel ku pun selalu disibukan dengan lantunan silaturahim “Minal aidzin,, ye kawand,,?” dari rekan-rekan, bahkan lantunan itu datang dari sahabat yang cukup lama ku tak jumpa.
Kemudian tanpa direncanakan dan bahkan dikira-kira, seorang wanita cantik yang dahulu aku ikut tersenyum ketika wajahnya tersenyum, mengucapkan “Minal aidzin,, Aa?” Udah gitu di bawahnya disertakan nama dirinya dan keluarganya.
Aku tercengang-cengang, bahkan tak mengira, sebab yang aku pikir tadinya Karin hanya bisa aku kenal di dunia maya saja, ternyata dengan tulus dan ikhlas dia masih mengingat aku dengan pesannya itu. “Padahal udah cukup lama juga lho waktu minta nomor Hp dulu?!”
Tanpa ku sadari, setelah mendapatkan pesan itu, aku tersenyum sendiri malu-malu. Aneh sih! Sebab, “Biasanya gak ampe segitunya banget deh,,!” Kemudian seperti biasa aku membalas pesannya dengan berucap “Wa iyyakum yaa akhi”. Kemudian saking penasarannya, aku coba memberanikan diri untuk menghubunginya.
“Assalammualaikum,, Ini teh Karin?” Tanya aku padanya dengan malu-malu.
“Waalaikumsalam,, Iya ini Karin? Tapi gak pake teh lho A?! Hehe,,” Jawab Karin sambil bercanda.
“Hehe,, ! Bisa ajah? Gimana kabar Karin?”  Tanyaku.
“Alhamdulillah baik A?!” Jawab Karin.
“Aa teh orang Tasik ?” Balik tanya pada ku.
“Hmm,, Teh nya jangan dibawa-bawa juga dong,,?! Hehe,,”
 “Iya,, A asli Tasik?! Emang kenapa ?” Jawab aku.
“Hehe…”
 “Enggak, cuma nanya aja.” Jawab Karin malu-malu.

Tapi lama kelamaan aku penasaran dan langsung bertanya balik padanya,

“Emang kenapa Rin? Karin orang Tasik juga yah??” Penasaran aku.
Awalnya ia tetap saja mengelak saat ku tanya seperti itu, kemudian aku bilang,
“Ya udah, kalau gak mau kasih tau juga gak apa-apa?! Makasih pesannya tadi yah? Salamnya ajah buat keluarga Karin?” Balasku padanya.
Tapi lama kelamaan kami berbincang, ia pun akhirnya memberitahukan bahwa Ia pun orang Tasik.
            Ketika malam semakin larut, kami melanjutkan obrolan itu via sms dulu, hingga akhirnya aku mencoba menghubunginya agar lebih jelas dan agar aku pun  bisa langsung mendengar lembut suaranya?! (Hehe,, Penasaran gitu lho,,!)
Setelah mengobrol cukup lama, kemudian entah ku sadari atau tidak lalu aku lagi-lagi memberanikan diri untuk ngobrol lebih khusus lagi bahkan hingga menanyakan masalah status kita berdua. Ketika dia bilang bahwa dirinya masih “single”, entah kenapa rasa keinginanku untuk mengatakan sesuatu terlontar dari mulutku.. Lalu aku bertanya pada dirinya,
“Masa sih,, ! Cwe secantik kamu belum punya pacar?”  Bertanyaku sambil merayu-rayu.
“Beneran Aa? Da,, Karin mah gak pernah kemana-mana?!” Jawab Karin.
“Wahh,, asik dong?!” Sahutku.
“Asik gimana maksud Aa?” Bertanya heran Karin.
“Yahh,, Berarti kan ada peluang dong buat Aa?? Soalnya Aa juga lagi Jomblo?! Hehe,,” Jawabku.
“Tapi, Ahh,, Masa sih, cowok kaya Aa Jomblo?” Bertanya lagi Karin dengan penasaran.
“Hehe,, Beneran deh? Masa Aa bohong soal perasaan?!” Jawabku dengan tehnik merayu yang ku miliki. Tapi memang benar aku jomlo.
Obrolan pun semakin seru, dan aku memberanikan diri untuk bicara lebih serius lagi. Karena pada saat itu aku berfikir, “Kapan lagi aku bisa usaha tuk dapatkan wanita cantik seperti Karin?!” Apalagi peluangku besar karena Dia pun Jomblo?!”
“Emm.. Ada lowongan gak Rin? Hehe,,” Usahaku dengan canda gurau.
“Lowongan apa Aa?!” Jawab Karin malu-malu dengan senyuman.
“Ya,, gitu deh??!” Jawabku malu-malu.
Awalnya sih aku berfikir, yah,, namanya aku usaha untuk lebih dekat dengannya dan juga aku mencoba berikhtiar untuk lebih mengenalnya karena aku merasa satu daerah dan memiliki perasaan dengannya, maka aku mencoba mengutarakannya karena aku punya perasaan padanya “Hihihi..” walaupun sebelum-sebelumnya belum pernah ku lakukan pada siapapun. “Sumpah deh! Baru itu doang?!”
Setelah selang waktu, tanpa lama-lama entah ini suatu anugrah atau apa, kemudian dia pun menjawab pertanyaanku itu,
“Lowongan? Emm,, Untuk Aa mah terbuka lebar soalnya Rin juga punya perasaan sama Aa?? Makannya Rin sms Aa tadi? Maaf yah A,, sebelumnya,,?!” Jawabnya dengan malu-malu.
“Tapi emang Rin teh cantik apa,,?? Da,, Rin ngerasa mah enggak!” Karin menambahkan dengan merendahkan diri.
 “Yang menilai diri kita itu kan bukan kita sendiri tapi orang lain,,?! Dan menurut Aa, Rin manis kok? Dan Aa ngerasa seneng dengan Rin, walaupun kita belum pernah ketemu sih,,?! Hehe,,” Jawabku.
Sebenarnya aku terkaget-kaget mendengar jawaban ia tadi, kemudian tanpa basa-basi aku pun melancarkan serangan kembali, karena aku pun sudah mendapat feeling, “Ciee,,ciee,,!”
“Wahh.. Rin, kalau terbuka lebar mah boleh atuh,,?” Aku bertanya lagi padanya.
 “Ihh,, tapi beneran deh, Rin teh gak seperti yang Aa bayangkan?!” Karin menjawab lagi dengan malu.
”Gak apa-apa Rin, Aa yakin kok walaupun kita belum pernah bertemu, tapi gak tau kenapa, Aa jadi semangat gini sama Rin,,? Bahkan denger suara Rin aja Aa mah udah berbungah-bungah, gak tahu kenapa?!” Tegasku padanya.
“Ya udah,, yang pasti jodoh kita mah sudah ada yang mengaturnya. Da,, disini mah maksud Aa juga ingin lebih mengenal Karin?!” Tambah ku dengan gugup.
“Seandainya jodoh juga kita pasti bertemu dan lanjut untuk kedepannya?”
“Yang penting mah kita berikhtiar dengan niatan yang baik, yaitu mengharapkan ridho-Nya?!” Rayuku terus padanya diselingi dengan nasehat.
“Karena apa-apa yang baik itu pasti kelak akan menuai kebaikan pula?”
“Tapi semua kembali pada Karin juga,,?! Hehe,,” Rayu terus pokoknya mah.
“Ya udah, dengan berucap Bismillah, Aa ingin katakana kalau Aa suka Karin dan Aa ngerasa nyambung ngobrol sama Karin?”
“Jadi Karin mau gak neh jadi pacar Aa,,??”[4] Tegasku tanpa basa-basi.
            Setelah permintaan itu aku utarakan padanya, kemudian tanpa panjang lebar Alhamdulillah ku bersyukur pada-Nya! Akhirnya dia pun menerima permintaanku. Padahal, ini kali pertamanya aku berani berkata seperti itu?!” Dengan suara lembut, lalu ia pun meminta sesuatu dari apa yang ku ucapan padanya tadi.
 “Iya,, Rin juga suka sama Aa? Tapi Aa harus janji sama Rin kalau Aa gak bakal maenin perasaan Rin?! Walaupun kita jauh!”
“Iya,, Aa akan berusaha jadi pria yang jujur dan akan menunggu Karin?!” Kata ku berjanji.
Akhirnya kebahagiaan yang tak disangka-sangka itu pun menyelimuti seluruh daya karsa yang ku miliki. Sampai-sampai keyakinan yang ku bingkai dengannya itu, ku umumkan pada sahabat bahkan kerabat.
Hari itu tanggal 22 September 2009, Pukul 20.56 WIB, momen bahagia ku dapatkan dan kasih sayang mulai ku ciptakan. Yang paling membahagiakan dan tak akan ku lupakan adalah waktu yang ku persembahkan dan ku dapatkan dengan disaksikan “Gemanya lantunan Takbir!” dan terangnya kegelapan malam penuh cahya dan bintang-bintang.
Sesudah berlalunya kejadian yang membahagiakan itu, hari demi hari ku rasa begitu berarti, perasaan yang dahulu sepi telah ramai kembali, waktu demi waktu ku rasa begitu syahdu. Sampai-sampai ku utarakan seluruh kebahagiaanku dengan diabadikan oleh secercah guratan tinta yang diliputi perasaan takjub pada keberuntunganku.

Kepadamu kukiriman salam terindah,
Salam sejahtera para penghuni surga,
Salam yang harumnya melebihi kasturi
Sejuknya melebihi embun pagi.
Salam hangat sehangat sinar mentari waktu dhuha,
Salam suci sesuci air telaga kautsar
Yang jika direguk akan menghilangkan dahaga selama-lamanya.
Salam penghormatan kasih dan cinta, yang tiada pernah pudar dan berubah dalam segala musim dan peristiwa.

Wahai cinta yang lembut hatinya.
Entah dari mana aku memulai dan menyusun kata-kata
Untuk mengungkapkan segala sedu sedan dan perasaan yang ada di dalam dada.
Saat kau baca pesanku ini,
Anggaplah aku berada dihadapanmu, dan
Meminta sambil merapatkan telapak tangan
Karena rasa bersyukurku yang tiada taranya.

Wahai cinta yang lembut hatinya
Saat aku kehilangan karsa dan kasih sayang, serta merasa sendirian tiada memiliki siapa-siapa Kecuali Allah didalam dada,
Kaulah yang pertama datang memberikan rasa simpatimu dan kasih sayang.
Aku tau aku tak pantas mencintaimu.
Tapi apa yang bisa dibuat oleh mahluk dhaif seperti diriku.

Wahai cinta yang lembut hatinya
Apakah aku salah menulis semua ini ?
Segala yang saat ini menderu didalam jiwa
Segala yang saat ini ku rasakan begitu bahagia.
Kau adalah orang baik,
Dan orang baik akan selalu disertai Allah.

Semoga semua ini bukan mimpi, dan
Semoga hal ini benar-benar terjadi.
Amin_

            Itulah secuplik upaya yang ku ungkapkan pada secercah kertas, sebagai pengungkapan ku bahwa sesungguhnya aku merasakan kekaguman dalam buaian indahnya pertalian[5].           Di setiap kesempatan itu, akhirnya komunikasi semakin ku dekatkan pada sosok gadis yang ku banggakan.
            Setelah berjalannya waktu, tak terasa hampir satu bulan penuh telah aku lewati bersamanya. Walaupun hubungan jarak jauh! Dan yang di utamakan adalah keyakinan. Kemudian pada suatu ketika, aku dan dirinya memutuskan bahwa kita akan menggunakan nama khusus dalam kita berhubungan[6]. Setelah berjalannya waktu, hubungan yang ku jalani dengannya 4 hari lagi sudah hampir berlangsung satu bulan, aku pun teringat, bahwa dua hari sebelum itu adalah hari bahagia untuk wanitaku, karena hari itu merupakan hari special baginya[7]. Saat itu aku tak kuasa menahan bahagia dan juga haru. Kebahagiaan disini karena hari itu adalah merupakan hari pendewasaan dan juga tanggal kelahiran bagi wanita yang ku banggakan dan ku sayang. Di sisi lain aku pun tak kuasa menahan haru karena disaat hari special itu aku tak berada disampingnya, dan aku pun tak dapat berupaya memanjakannya dengan kemampuanku dan kehadiranku. Tapi ku coba berupaya menenangkan hatinya, bahwasanya walaupun ku jauh darinya tapi hatiku selalu berada didalam kehidupannya. Dengan ketulusan dan kelembutan hati wanita yang ku sayang, akhirnya dirinya pun memaklumi dan berusaha untuk menenangkan hati walaupun aku sendiri merasa teriris dengan kekuranganku yang belum bisa ku tunjukan disaat dia membutuhkan aku.
            Satu bulan hubungan kami berjalan, ternyata cobaan pun tak lepas menerjang dan menghadang. Aku pun pada saat itu di sibukan dengan padatnya perkuliahan dan banyaknya tugas yang berserakkan. Sementara itu, Karin di sibukkan dengan ekstrakulikuler dan persiapannya menghadapi UN. Tak terasa komunikasi kami pun sedikit terganggu, tapi walaupun begitu aku ini tetap memikirkannya dan memperhatikan aktifitas yang ia lakukan di dunia maya (facebook). Disana aku selalu saja melihat dindingnya, fotonya, dan profilnya.
Suatu ketika saat seperti biasanya aku mengecek dirinya dalam facebook, aku terkaget-aget dan bahkan tercengang!. Mengapa? Karena saat ku perhatikan profil dirinya ternyata statusnya berganti, yang tadinya berhubungan denganku tapi ternyata disitu tertulis dengan orang lain. Aku bingung, aku tak menyangka, dan aku merasa “ahh ini mimpi?!’. Tapi setelah terus-terus ku perhatian, ternyata itu benar, profil itu berganti, dan pasangan itu bukan aku. Setelah kejadian itu, aku spontan merasa tak percaya, tak mengerti, kesal, sesal, dan banyak sekali pertanyaan yang menggumpal di kepalaku. Aku mencoba menghubunginya tapi ponsel itu tidak aktif. Aku mencoba mengomentari statusnya itu, tapi tak jua mendapat balasan jawaban. Spontanitas juga, saat itu aku merasa kecewa, aku merasa tak menyangka, bahkan selalu bertanya-tanya, ‘mengapa?’ ‘kenapa?’ ‘apa salahku?’. Ketika pikiran yang begitu kalut menyelimuti semangatku itu, kemudian seperti biasa aku mengutarakan semua yang ku rasa itu kedalam secercah tinta. Karena aku senang dengan Sastra, judulnya “Senandung Suara Hati”
Senandung Suara Hati
Senandung suara hati
Melukiskan desak harap dalam diri
Melantunkan kicauan hening yang hadirkan sepi
Terabaikan oleh mimpi yang tak terhinggapi.

Senandung suara kalbu
Membingkiskan risaunya kasih harap berlabu
Menggetarkan reluh indahnya pilu
Bersama alur yang tak menentu.

Kumbang sungguh-sungguh tak mengerti
Mengapa sang bunga tak memahami hati
Dengan keharuman dan keindahannya,
yang kumbang sendiri tak pahami
Dengan aroma yang tiba-tiba datang,
dan membawa pengorbanan tak berarti

Apakah mungkin ?
Sang bunga tak menyayangi lagi
dan apakah mungkin ?
Sang bunga tak pernah inginkan kumbang tuk berbagi

Jika bunga bahagia dengan semua ini,
kumbang memang harus ikuti
Walaupun akhirnya kumbang harus mati
Karena kumbang tak mau bunga tersakiti
Karena kumbang sayang pada bunga yang pernah dihinggapi.

            Kekecewaan ku ini hanya bisa aku lukiskan. Walau terasa berat[8] tapi aku pun bukan orang kuat, yang bisa berbuat dengan sekehendak. Disaat itu pun aku mulai tersenyum walau dalam kekecewaan yang ku rasa mendalam. Ku coba timbulkan sifat baik sangka (Husnudzon), karena aku tahu dan aku merasakan, bahwa tidak mudah menjalin komitmen dalam jarak yang cukup jauh. Disaat itu ku mencoba tuk tegar dan membuat lembaran baru walau harus terlihat agak tak tentu karena perasaanku masih saja belum bisa menghilangankan bayang-bayangnya yang selalu saja tertuju. Tapi aku harus bisa melakukannya dan harus kuat!
            Tak terasa momen kurban pun hampir tiba, kemudian aku dan keluargaku lagi-lagi memutuskan untuk merayakannya di kampung halaman. Lalu aku teringat, sungguh tak terasa jika seandainya pada saat itu aku masih saja berhubungan dengannya, mungkin dihari ini adalah 2 bulan 3 harinya momen bahagia untuk kita. Tapi sekali lagi, jika aku seperti ini terus maka aku ini benar-benar lemah dengan kekalahan yang sesungguhnya adalah cobaan untuk ku. Kemudian ketika 2 hari sebelum lebaran, aku dan Bunda ku memutuskan tuk pergi pada sore hari. Setibanya disana malam hari kira-kira pukul 23.00 WIB, aku beserta keluarga langsung disambut oleh para sanak saudara dan kemudian kami pun istirahat karena aku dan supir seharian itu tidak tidur.
Keesokan harinya saat pagi menjelang, kira-kira pukul 07.30 pagi, terdengar suara musik penanda pesan di ponselku. Setelah ku lihat dan ku baca, aku terkaget-kaget menyaksikan penggalan kata demi kata yang sungguh pengirimnya itu adalah orang yang sangat ku kenal, yaitu seseorang wanita yang selalu ku pikirkan. Pesan itu berasal dari wanita yang dulu ku banggakan (Karina). Betapa senangnya kembali hatiku ini, tapi aku juga terkadang kesal mengingat masa lalu. Namun pikiran itu sungguh tak dapat mengalahkan kebahagiaan yang ditimbulkan karena kekasih yang ku sayang ini masih mengingatku dan memberi kabar padaku. Tanpa basa-basi aku pun langsung menghubunginya dan bercakap-cakap dengannya. Ditengah percakapan aku mencoba menanyakan permasalahan yang ketika itu sempat membuat hatiku kecewa dan terluka. Ketika itu pun, kemudian dia menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi, yang sesungguhnya Karin sendiri pun tidak tau tentang semua itu.
“Assalamualaikum..?” Tanyaku padanya.
“Waalaikumsalam..?!” Jawab dirinya.
“Karin teh kemana ajah??” Bertanya aku dengan nada kecewa.
“Maaf Aa,, Karin teh bukannya lupa? Tapi kemaren-kemaren Karin sibuk sama persiapan UN Karin?!” Jawab Karin menjelaskan.
“Tapi masa ampe segitunya?? Lupa ngasih kabar, lupa sama aa?!” Tanyaku dengan heran.
“Bukannya gitu Aa, Karin teh gak punya Hp soalnya Hp Rin rusak?”
“Udah gitu Karin kepikiran terus sama UN, takut gak lulus?!” Jawab Karin.
“Tapi Karin kan bisa kasih kabar sama Aa? Walau gak punya Hp, tapi kan Rin bisa pake punya Mamah atau temen Rin? Aa jg kan butuh kabar dan perhatian dari Rin??” Tegasku padanya.
“Maaf Aa, maafin Rin?? Bukannya Rin gak mau atau lupa, Rin gak berani minjem-minjem sama temen. Rin juga kan ngekos di Asrama, jadi gak bisa pake Hp Mamah?” Karin mencoba menjelasannya.
“Maafin Rin ya Aa??” Karin mencoba menenangkan.
“Klo Aa gak percaya, Aa boleh tanya Mamah?” Tegasnya lagi.
“Bukan hanya itu kok Aa marah sama Karin?! Status yang di facebook juga kenapa gitu?? Kenapa berhubungan dengan orang lain??”
Aa sakit Rin ngeliatnya!”  Tambahku pada keraguanku.
“Maksud Aa yang mana lagi?” Tanyanya heran.
“Itu,, akun facebook Karin kenapa berpacaran dengan Alfin!” Jawabku emosi.
“Aa,, ?? Rin teh udah lama gak pernah buka-buka facebook, dan Rin gak tau kalo di situ status Rin dengan orang lain?!”
“Percaya A,, Rin gak bohong?? Rin cuma sayang sama Aa!”
“Klo Aa pengen tau, emang dia itu mantan Rin,,?! Tapi Rin sama Dia udah putus satu tahun yang lalu?!” Karin coba menjelaskan.
“Mungkin juga Dia yang ganti soalnya dulu Alfin juga tau password Rin?!”
“Beneran Aa,,?? Rin gak bohong sama Aa?! Rin cuma sayang Aa??!” Karin mencoba menjelasan terus dengan harap.
“Ya udah,, ! Terserah Rin?! Sekarang mau Rin teh mau apa?” Tegas ku mempertanyakan statusku.
“Karin mau Aa?? Karin gak mau ditinggalin Aa??” Karin terus meminta dengan harap.
“Tapi Aa kecewa Rin?? Kenapa Rin gak cerita sama Aa dulu?!” Jawabku.
“Maafin Rin Aa?? Maafin Rin??” Karin terus saja meminta dengan cemas.
Setelah perbincangan-perbincangan itu, kemudian mau tak mau aku pun memaafkannya karena aku sudah terlanjur menyayanginya. Keesokan harinya disaat malam menjelang, Alhamdulillah seluruh masjid dan mushola diramaikan kembali dengan alunan takbir. Disaat orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing, tetapi dalam perasaanku ternyata aku sendiri masih disibukkan dengan perasaan bertanya-tanya tetapi agak senang.
Kemudian keesokan harinya setelah selesai salat Id Qurban, kemudian datang sebuah sms dari Karin yang memintaku menghubunginya. Kemudian setelah semua urusan dengan keluarga selesai, kemudian aku mencoba menghubunginya.
Ada apa Rin? Tadi Rin bilang Aa suruh telepon?!” Tanyaku heran.
“Ini Aa,, Rin mau tanya Aa sekarang dimana?” Jawab Karin.
“Di Tasik,, emang kenapa?” Tanya lagi ku heran.
“Oh.. di Tasik?? Maen atuh Aa sini?!”
Karin lagi ada di rumah nih?! Karin meminta.
“Oh yahh,, !”
“Emang Karin Tasiknya di mana?” Tanyaku.
“Di Taraju?” Jawab Karin.
“Maaf,, emang Taraju teh dimana sih?” Hehe,,
“Aa mah orang Tasik juga gak apal?! Soalnya Aa gede di Bogor,,?”
“Jauh gak dari Cisayong?!” Tanyaku penasaran.
“Enggak kok A,, paling cuma sejam?!” Jawab Karin
Timbul dalam hatiku rasa penasaran, kemudian aku pun berfikir karena pada saat itu aku berada di Tasik dan rumah Karin pun Tasik, maka apa salahnya aku mencoba mencari tau dikarenakan semenjak pertamakali kenal, aku dan dirinya belum pernah bertemu dan hanya kenal via facebook atau via call dan sms saja.
“Nih Aa ngomong sama Mamah?” Karin memintaku bicara dengan Mamahnya.
“Ah,, gak usah deh Rin?? Sama Karin ajah?!” Aku mengelak.
“Sama Mamah ajah Aa?! Biar tau jalan-jalannya klo mau kesini?!” Karin meminta.
“Aduh,, Aa belum siap Rin?!” Jawabku bingung.
“Kenapa atuh,,?? “ Karin heran.
“Aduh,, gimana yah?? Aa teh belum siap nih ngobrol sama calon Mertua?! Hehe,,” Jawabku dengan canda.
“Ih,, si Aa tah malah bercanda?!” Kata Karin sambil tersenyum.
Setelah itu tiba-tiba tanpa ku sadari, Karin pun memberikan ponselnya kepada Mamah, dan Mamah pun langsung menyapaku.
“Assalammu’alaikum Hendra? Tanya Mamah kepadaku.
“Waalaikumsalam Mah?!” Jawabku dengan malu-malu.
“Gimana kabarnya?” Tanya lagi Mamah.
“Alhamdulillah Hendra sehat?”
“Mamah sekeluarga gimana?” Jawabku.
“Alhamdulillah Mamah sekeluarga juga sehat?!” Kata Mamah sambil tersenyum.
“Oia Mah,, Ini Hendra temen Karin dari Bogor?” Kata ku mencoba memperkenalkan diri.
“Iya,, ?! Karin juga banyak cerita tentang Hendra sama Mamah?!” Kata Mamah sambil memberikan senyuman.
“Oia Mah,, Hendra boleh tau gak? Emang rumah Mamah kalo dari terminal Indihiang terus kemana lagi Mah?” Tanyaku penasaran.
“Nanti Hendra naik mobil Bus Mini jurusan Ciawi-Taraju, dari situ langsung kok kalo ke tempat Mamah mah? Bilang ajah sama supirnya, Warung Teh Enok “Bakar Ikan”. Supir Bis pada tau kok,, ! Soalnya tempat bakar ikan disitu mah cuma mamah ajah?!” Mamah menjelaskan.
“Oh,, gitu ya Mah?” Jawabku mengerti.
“Yaudah Mah,, Insyaallah Hendra coba? Soalnya Hendra juga pengen banget ketemu Karin sekeluarga? Hehe,,”
“Soalnya semenjak Hendra kenal sampai sekarang, Hendra belum pernah ketemu sama Karin?! Paling cuma di facebook sama ponsel ajah Mah??! Hehe..” Kataku malu-malu.
Setelah ngobrol-ngobrol dengan Karin dan Mamah, kemudian aku pun meminta izin kepada Bundaku untuk menemui tempat tinggal Karin.
“Bun,, Hendra mau tanya dong? Kalau Taraju dari sini deket gak??” Tanyaku pada Bunda penasaran.
“Emang kenapa A nanya gitu?!” Jawab Bunda dengan heran.
“Enggak Bun?! Hendra pengen tau soalnya Hendra punya kenalan orang Taraju?!”
“Barusan juga abis selesai ngobrol,, ? Terus Hendra disuruh maen kesana sama Mamahnya??!” Kataku sambil malu-malu.
“Emang siapa sih A?? Kok jawabnya senyum-senyum gitu?!” Kata Bundaku heran.
“Hehe,,, Enggak Bun?! Itu temen Hendra??!” Kataku malu-malu gugup.
“Emm,, Cewe yah??” Bundaku menebak.
“Hehe,, Iya Bun?! Itu cewe,, ? Dan cewe itu juga pacar Hendra??!” Jawabku terus terang.
“Lho,, ? Emang Aa kenal dimana,, ??! Kok bisa sama orang Taraju??” Bunda bertanya heran.
“Gini Bun,, ceritanya?! Hendra tuh kenalan sama dia di facebook? Terus Hendra jadian deh sama dia,, ! Namanya Karina Bun?!” Kataku malu-malu mejelaskan sama Bunda.
“Emang orangnya kaya gimana Aa??” Tanya Bunda penasaran.
“Hehe,, Nih Bun?” Kataku sambil memperlihatkan foto Karin yang ku simpan.
“Manis juga?” Kata Bunda sambil tersenyum.
“Hehe,, Iya dong?? Pilihan Hendra?!” Kataku dengan PDnya.
“Terus dimana Taraju teh??” Tanyaku kembali.
“Kalau gak salah Bunda juga punya temen disana? Kalau gak salah Taraju teh di Kidul kalau dari sini mah??” Kata Bundaku ragu-ragu.
Kemudian Wawa ku muncul dari arah dapur. Dan Aku pun langsung bertanya pada Wawa.
“Wa,, Tau Taraju gak Wa??”
“Wah,, dari sini mah jauh Aa?!” Kata Wawa ku.
“Kalau ngeteng kira-kira berapa jam Wa??” Tanyaku lagi penasaran.
“Walah A,, ! Taraju teh Garut kesana lagi?! Kalau dari sini mah bisa 4 sampai 5 jam??!” Kata Wawa ku.
“Kok jauh banget sih Wa??!”
“Kata Karin mah cuma 1 jam?!” Kataku heran.
“Jauh Aa,, ? Gak bakal nyampe 1 atau 2 jam mah?!” Wawa menegaskan lagi.
“Emang mau ke siapa Taraju tah??” Kata Wawa heran.
Ini Wa,, Hendra mau menemui seseorang di sana?!” Kataku.
Kemudian saat aku berbincang dengan Wawa, Bunda pun mengeritik.
“Ehm,, Hendra mah mau ke pacarnya Bi,, ?” Kata Bunda sambil senyum-senyum.
“Duwhh,, yang punya kenalan orang kidul?!” Wawa ku meledek.
“Tapi beneran Aa,, ? Jauh kesana mah?!”  Wawa ku menakut-nakuti.
“Jangan ngeteng atuh kalau Aa gak percaya mah?? Sama Mang Icap ajah?!” Wawa menambahkan.
“Enggak ahh Wa?! Hendra pengen sendiri?”
“Biar tau juga daerah Tasik? Masa orang Tasik gak tau Tasik?!” Kataku dengan canda.
Saat itu pun aku menjadi bingung, karena ada 2 perkataan yang berbeda seputar keinginanku untuk pergi ke Taraju. Kemudian setelah ku pikir-pikir, Aku harus berani dan harus mau mencoba agar rasa penasaran dan rinduku pun tidak mengganggu pikiranku.
“Gimana Bunda?? Hendra di izinin gak?!”
“Mumpung masih pagi juga nih Bun,, ?! Tanyaku kembali pada Bunda.
“Yaudah atuh,, terserah Aa ajah? Tapi di jalan hati-hati,,! Kalau ada apa-apa langsung kabarin Bunda??” Kata Bunda berpesan.
“Mending juga sama Mang Icap?? Biar gak cape di jalan?!” Bunda ku menawar.
“Enggak ah Bun? Hendra pengen sendiri ajah?!” Jawabku.
Setelah mendapatkan izin, dengan berucap “Bismillah,,” Aku pun memberanikan diri pergi ke tempat kekasihku berada?! “hehe,, (lebay!)”
Kemudian aku pun berangkat di antar oleh Mang Icap[9], tetapi hanya sampai ke Terminal Indihiang. Setelah berada di Terminal Indihiang, kemudian Mang Icap pun pulang dan aku naik Bus Mini jurusan Ciawi-Taraju dan duduk di posisi depan dengan supir, agar lebih mudah bertanya tentang tujuanku. Di tengah perjalanan aku pun bertanya,
“Pak maaf kalo rumah Teh Enok di Cikubang masih jauh gak Pak?” Tanyaku pada supir Bus.
Teh Enok,,?! Teh Enok mana yah Dek??” Tanya supir heran.
“Ituh Pak,, yang jual Bakar Ikan?! Tau gak Pak??” Tanyaku lagi.
“Oh,,  Teh Enok Bakar Ikan itu?” Jawab supir Bus.
“Iya,, Pak?” Jawabku tegang.
“Oh,, tau kok?! Tapi lumayan Dek,,? Emang Adek mau kesana??” Tanya supir Bus.
“Iya,, Pak?” Jawabku.
“Oh,,  Nanti kalo sampai saya kasih tau?!” Kata supir dengan ramah.
“Makasih ya Pak? Berterimakasih ku padanya.
Diperjalanan aku menyaksikan pemandangan yang cukup indah yaitu kebun teh dan kebun jagung di sepanjang jalan. Udaranya sejuk, dan pemandangannya indah. Tak terasa oleh indahnya pemandangan, kemudian supir Bus pun memberitahukanku bahwa sebentar lagi tempat kediaman Teh Enok. Kemudian pada Pukul 13.00 WIB, supir Bus pun berhenti di depan kediaman Karin, kemudian memberitahukanku,
“Nah,, De ini tempat kediaman Teh Enok yang Ade maksud, tuh di sebelah kanan tempat tinggalnya?” Kata supir Bus dan orang-orang di dalam sana.
“Oh,, ini ya Pak?? Makasih ya Pak?! Makasih yah semuanya?” Aku pun berterimakasih.
Kemudian aku turun dan saat di seberang jalan rumahnya, Karin pun keluar dan langsung memberi senyuman padaku?! “huwhf,, senengnya,, ??!” Hahayy !!!
Setelah itu, aku pun kerumahnya dan langsung berkenalan serta ngobrol-ngobrol dengan keluarganya. Disana ternyata suasananya aku suka, yaitu sepi, sejuk dan lagi rumahnya pun menurutku khas dan romantis, karena bentuknya seperti saung atau kurang lebih rumah panggung gitu?! Saat di ruang tamu, aku pun senyum-senyum dan berbincang-bincang dengan Karin.
“Rin, gimana tanggapan Rin setelah melihat aa langsung?!” Malu-malu ku bertanya.
“Ya,, gitu deh?!” Malu-malu Karin menjawab.
“Gitu gimana?” Penasaran ku bertanya.
“Hehe,, ?!” Karin pun tersenyum sambil malu-malu.
Setelah itu aku pun coba berbincang-bincang seputar masalah sekolahnya. Dan Mamah Karin pun menghampiriku sambil membawakan segelas minum dan cemilan untuk ku.
“Silahkan Hendra di minum?” Mamah menyuguhkan.
“Makasih Mah,, gak usah repot-repot?!” Jawabku dengan senyuman.
“Alakadarnya aja ya Ndra? Di sini mah begini keadaannya?!” Mamah merendah.
“Makasih Mah? Segini ajah udah lebih kok Mah,,?!” Jawabku malu-malu.
Sesudah mencicipi air buatan Mamah, kemudian aku pun ngobrol-ngobrol dengan Mamah, Karin dan keluarga. Kemudian Mamah pun kembali ke dalam.
“Ndra,, Mamah tinggal dulu yah ke dalam?”
“Hendra ngobrol-ngobrol ajah sama Karin?!” Kata Mamah sambil berjalan ke dalam.
Lagi asik-asiknya ngobrol walaupun masih malu-malu, kemudian Mamah Karin pun memanggil ku, kemudian mengajakku kedalam.
“Ndra,, ke sini? Kita makan-makan dulu?” Mamah menawarkan lagi.
“Aduh,, Mah! gak usah repot-repot?! Kataku menolak jamuannya.
“Gak apa-apa Hendra?! Da,, Mamah juga gak bisa ngasih apa-apa?!”
“Nih,, Mamah udah siapin makanan buat Hendra? Kita papahare[10], sambil ngobrol-ngobrol sama Karin?!” Kata Mamah dalam jamuannya.
“Aduh,, Mah?! Hendra jadi ngerepotin?!?” Jawabku tersanjung.
 Suasana pada saat itu ku rasakan begitu Asri dan sejuk. Kemudian kami pun makan-makan sambil berbincang-bincang.
Tidak terasa hari pun mulai sore tepatnya pukul 15.45WIB, kemudian aku pun bilang pada Mamah, kalau nanti jam 16.00 sore aku akan pulang karena Bundaku berpesan jangan pulang larut malam.
“Mah,, maaf Mah sudah merepotkan Mamah dan Karin? Tapi kayanya Hendra gak bisa lama-lama?!” Mencoba ku meminta izin pada Mamah.
“Memangnya kenapa Hendra?” Tanya Mamah padaku.
“Sudah sore Mah? Hendra harus segera pulang?!”
“Nanti kapan-kapan Hendra ke sini lagi?” Jawab ku.
“Lho,, emangnya gak nginep?” Bertanya lagi Mamah pada ku.
“Wahh,, gak berani Mah Hendra?” Kaget aku mendengar tawaran Mamah itu.
“Hendra juga kan baru ketemu sama Karin, masa udah disuruh nginep Mah?!” Jawabku menolanya sambil keheranan.
“Tapi jam segini mah udah gak ada mobil?? Mamah menakuti.
“Ahh,, yang bener Mah??” Jawab aku ketakutan.
“Iya,, orang disini mah mobil angkutan cuma sampai jam 15.00 ?” Kembali Mamah menakutiku.
“Ahh,, Mah jangan nakutin Hendra dong?! Kalau tukang ojek ada gak Mah??” Mencoba terus ku bertanya.
“Gak ada Hendra? Kalau ada juga mahal!” Jawab Mamah.
“Gak apa-apa deh Mah?? Yang penting Hendra bisa pulang?!”
“Soalnya Bunda bilang Hendra gak boleh pulang malem-malem?!” Jawabku ketakutan.
“Ihh,, beneran Hendra, kalo ada juga jarang dah? Paling cuma satu, itu juga lama nunggunya.” Tambah Mamah.
“Gak apa-apa deh Mah,,?! Hendra tungguin aja sampai ada,,??” Mulai tenang deh sedikit.
Akhirnya aku pun meminta izin pada Mamah sambil keluar dari rumah. Kemudian aku pun ditemani Karin sambil menunggu mobil. Selang beberapa menit, angkutan pun tidak ada yang kunjung datang, dan aku pun mulai cemas memikirkannya.
Jam 16.48WIB pun tiba dan pada saat itu kondisi pun sedang hujan, tetapi aku belum juga mendapatkan angkutan umum yang lewat di depanku. Tanpa ku sadari, hatiku pun mulai sedikit was-was, karena sudah selarut ini belum juga ada kendaraan yang lewat di depanku.
Akhirnya pada pukul 17.20WIB, terdengar suara mobil menghampiriku tetapi pada saat itu keadaan penuh, dan mau tak mau aku harus nangkel pada jendela mobil.
“Huwhf,,!” Sungguh ku bersyukur? Karena bisa pulang juga walaupun larut dan ke ujanan?!” Jawab ku sendiri.
Ketika tiba di Terminal Indihiang, bajuku basah dan sepatuku pun basah semua, tetapi hujan masih sangat deras. Kemudian ketika aku berada di tempat menunggu Bus, aku melihat kondektur Bus sedang berjalan melintasi di depanku.
“Maaf Pak,, kalau saya boleh tau, mobil yang ke Cisayong masih ada gak ya?” Tanyaku pada kondektur terminal.
“Wah,, Sudah tidak ada Mas? Tadi terakhir pukul 18.00 WIB.”
“Kalo mau Mas harus naek Ojek?!” Jawab kondektur menyaranan.
“Oh,, gitu ya Pak? Makasih Pak?!” Jawab ku.
Akhirnya mau tak mau aku pun naik Ojek walau cuaca masih hujan. Dikarenakan hari pun sudah larut malam.
Dalam perjalananku pulang, aku mendapat telepon dari Bunda.
“Aa,, Aa dimana?”“Ini sudah malam, kok Aa belum pulang?! Enggak ngasih kabar lagi sama Bunda?!” Cemas Bundaku dalam telepon.
“Iya,, Bun maafin Hendra?? Hendra lagi di jalan?!”
Tadi hujan, hendra berteduh dulu?!” Jawab aku pada Bunda.
“Yaudah,, nanti kalau sudah nyampe Pagendingan, kasih tau Bunda?”
“Biar nanti Mang Icap jemput?!” Tegas Bunda.
“Iya,, Bun nanti Hendra kabarin? Tapi gak usah di jemput, Hendra naik ojek kok?!” Jawabku melarang Mang Icap menjemput.
“Nanti kalo udah mau nyampe Hendra kabarin?!” Jawab ku.
Selang beberapa menit, Karin pun menelponku.
“Aa,, Aa udah nyampe mana?? Sekarang ada dimana?”
“Aa di jalan naik Ojek? Sebentar lagi juga sampai?!” Jawabku.
“Ihh,, Aa kenapa gak nginep aja sih? Kan hujan?!” Bertanya Karin.
“Enggak,, Rin? Gak apa-apa?! Sebentar lagi juga sampai?!” Jawab ku menenangkan.
“Tapi kan Aa keujanan?? Nanti sakit lagi! Terus di marahi Bunda Aa?!” Panik Karin.
“Enggak kok sayang,,? Tadi Bunda Aa juga telepon, tapi sudah Aa jelaskan.” Mencoba ku menenangkan Karin.
Selama di perjalanan, ku berdoa semoga cepat-cepat pulang dan langsung berendam dengan air panas. Tetapi lagi-lagi cobaan datang padaku, Ban ojek yang ku tumpangi bocor dan harus mencari tukang tambal Ban terdekat terlebih dahulu. Untuk mencegah rasa was-was dari keluargaku, akhirnya aku coba berbohong melalui sms kepada Bunda ku, bahwa aku sebentar lagi akan sampai dan gak usah di tunggu di Pagendingan.
Setelah selesai menambal Ban, kemudian aku pun melanjutan perjalanan bersama tukang ojek itu. Selang beberapa jam dari tempat tambal ban, akhirnya aku pun tiba di rumah nenek dalam keadaan basah kuyup.
“Ya ampun,, Hendra?? Sampai basah begini?!” Wawa ku berkomentar saat aku tiba di rumah.
“Hehe,, gak apa-apa Wa? Namanya juga perjuangan?!” Tersenyum ku menjawab.
“Yaudah,, Wawa siapin air hangat yah, buat Hendra mandi??” Wawa menawarkan.
Iya,, Wa, makasih?!” Jawabku.
Di sana telah berkumpul Bunda, Wawa, Abah, Nenek, dan Mang Icap. Kemudian aku pun mandi dan segera bersalin dengan baju hangat. Saat aku keluar dari kamar, ternyata di depanku Wawa pun sedang menyajikan makanan hangat untukku.
“Dimakan Aa kuenya?” Wawaku menyuguhkan.
Iya Wa,, Makasih?” Jawab ku.
Setelah selesai makan, lalu aku pun ngobrol-ngobrol seputar perjalananku tadi. Setelah ngobrol-ngobrol dengan Abah, Wawa, dan Nenek, aku pun lalu pergi ke kamar dan berselimut untuk tidur. Sebelum tidur, terlebih dahulu aku memikirkan perjalan yang baru saja ku rasakan. Tiba-tiba aku tersenyum sendirian menyaksikan keadaan ku tadi, yang seumur hidup baru kali ini ku alami.
“Haha..  Senangnya hatiku?!” Kataku sambil berselimut.
“Ternyata Karin orangnya manis dan keluarganya pun baik-baik?!”
Keesoan harinya aku mempersiapkan diri, karena nanti malam aku dan Bunda akan pergi kembali ke Bogor. Saat malam hari, mobil pun dinyalaan dan aku beserta Bunda berpamitan pada Kakek dan Nenek ku untuk pulang ke Bogor.
Sebelum berangkat, aku memberitahuan pada Karin dan Mamah, bahwa aku akan pulang. kemudian Karin pun berkata “Hati-hati dan salam pada keluarga.”
Dalam perjalanan, aku merasa senang karena sudah bertemu dengan seseorang yang ku sayang, yaitu Karina Tria Aghnaita.
Di perjalanan aku selalu di tanya-tanya oleh Bunda dan Mang Icap seputar perjalananku tadi. Kemudian aku pun malu-malu menanggapinya.
“Duh,, yang abis nemuin pacar?!” Kata Bunda ku.
“Hehe,, Udah napa Bun?!” Jawabku malu-malu.
“Emm,,, kayanya romantis nih ?! Ampe gak mau di temenin gitu?! Hehe,,” Menyahut Mang Icap sambil meledek.
“Hehe,, bukan gitu Mang? Yah,, Hendra mau nikmatin perjalanan ajah?!” Jawabku mengeles.
“Emm,,, tau deh yang foling in love?! Haha,,” Kata Mang Icap bergurau.
Di perjalanan pun obrolan terus berlanjut. Tetapi tetap saja aku malu-malu dan berusaha menutup-nutupi semua cerita perjalananku itu.
Sesampainya di Bogor, aku pun beristirahat dan menjalani aktifitas ku seperti biasa. Dari hari ke hari, perasaanku begitu senag dan lapang, dan hubungan diriku dengannya tetap terjalin walaupun posisi kita jarak jauh. Jika ada rasa saling percaya dan komunikasi tetap terjaga, niscaya kita akan saling menyayangi walau mungkin jarak dan waktu berjauhan. *to be continue*
 ~ 20 April 2010 ~


[1]  Maksudnya lupa dengan waktu yang terbuang-buang, lupa dengan pulsa juga sebab sedikit banyaknya lihat-lihat pesan atau pemberitahuan melalui Ponsel gitu dulu.
[2]  Idul Fitri.
[3]  “Minal aidzin wal faidzin”
[4]  Secuplik upaya dan rayuan yang ku tawarkkan agar seseorang wanita yang ku suka mau menerima hajatku. Entah kenapa dengan ketulusan yang belum pernah ku ciptakan, aku mengutarakannya pada sosok wanita yang sungguh membuatku bahagia. Haha..
[5]  Maksud disini adalah bersyukur pada apa yang ku rasakan dan ku dapatkan.
[6] Kita memakai nama ‘bebs’ dalam kita memanggil satu sama lain.
[7]  Hari ulang tahunnya.
[8]  Berat disini sebab pada kenyataan sebelumnya, aku belum pernah merasakan kecewa karena cinta.
[9]  Supir keluarga
[10]  Makan-makan